SUMSEL – Sebuah truk pengangkut batubara terguling di kawasan pelabuhan PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ) milik Titan Infra Energy Group pada Senin (30/10) lalu.
Informasi yang dihimpun, truk milik PT Kumala Bahtera Utama itu terguling saat proses pemuatan batubara secara manual ke tongkang Pacific Star 8711. Akibat dari kejadian ini, puluhan ton batubara tumpah dan mencemari sungai musi. Hal inipun mendapat sorotan dari aktivis Kawali Sumsel, Chandra Anugerah. Menurutnya, kejadian ini bukan kejadian kecelakaan kerja biasa, melainkan kejadian yang mengancam kelestarian lingkungan.
Aktivitas pemuatan batubara ke tongkang secara manual itu, menurutnya beresiko besar mencemari sungai. Seperti saat ini, Chandra memastikan jika kondisi baku mutu air di kawasan pelabuhan SDJ milik Titan Infra Energy Group itu sudah sangat tercemar.
“Kasus-kasus seperti ini, seharusnya menjadi perhatian pihak berwenang,” kata Chandra.
Pelanggaran aturan lingkungan hidup, aturan tata kelola Sumber Daya Air, sambungnya, sudah pasti dilanggar oleh korporasi yang sebelumnya juga disorot karena sejumlah pelanggaran lingkungan seperti debu batubara dan swabakar ini.
“Diatur dalam pasal 98 dan pasal 99 UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan Hidup dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar),” jelas Chandra.
Dalam penelusuran, selain UU Lingkungan Hidup, sejumlah aturan lain yang diduga dilanggar oleh aktifitas pelabuhan SDJ yang dimaksud Chandra antara lain termuat pada PP No.38 Tahun 2011 tentang Sungai, di pasal 57, 58 dan 59.
Sementara dalam Pasal 60 diatur mengenai sanksi untuk pemegang izin yakni :
(1) Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila pelaksanaan kegiatan pada ruang sungai yang dilakukan oleh pemegang izin menimbulkan:
a. kerusakan pada ruang sungai dan/atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau
b. kerugian pada masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang dialami masyarakat.
“Akan lebih parah lagi, apabila mereka pada kenyataannya tidak memiliki izin yang resmi seperti yang terjadi dalam kasus di RMK Energy,” tambahnya.
Sebelum ini, aktifitas PT Servo Lintas Raya (SLR) yang juga merupakan bagian dari Titan Infra Energy Group juga dikritisi oleh aktivis lingkungan Mahasiswa-Masyarakat PALI Peduli Lingkungan.
Tidak hanya terjadi swabakar di kawasan stockpile pada musim kemarau, tetapi juga debu batubara yang mencemari baku mutu udara di wilayah sekitar operasi dan pemukiman warga, tetapi juga permasalahan perizinan, yang dimulai dari perizinan jalan hauling SPT Servo Lintas Raya, Perizinan Lingkungan di Stockpile Km 37 dan Km 38, sampai Izin operasional dan pemurnian batubara di kawasan Pelabuhan SDJ.
Bahkan Pemprov Sumsel saat ini tengah menerjunkan tim untuk mengusut sejumlah pelanggaran lingkungan perusahaan tersebut.
Peningkatan pelanggaran dan pencemaran lingkungan oleh perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan pertambangan di Sumsel ini disinyalir terjadi akibat peningkatan produksi secara massif.
Seperti Titan Infra Energy Group yang berupaya meningkatkan produksi batu bara menjadi 19 juta hingga 20 juta ton pada tahun ini, yang artinya akan terjadi peningkatan sebesar 42,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.(*)