MUSI RAWAS – Kabupaten Musi Rawas (Mura) menyatakan kemungkinan besar pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Mura akan menggunakan sistem E-Voting.
Kemungkinan E-Voting dilihat dari hasil pilkades April 2021 lalu karena terdapat banyak surat suara yang rusak.
Perihal ini, Pengamat Politik Eka Rahman ketika dimintai tanggapan mengatakan pelaksanaa pilkades dengan menggunakan e-voting merupakan bagian wujud penerapan sistem pemerintahan berdasarkan Good Governance.
E-voting merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat.
Kebijakan penerapan e-voting dalam pilkades dapat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah. Pada saat yang sama e-voting mampu menghilangkan keraguan masyarakat dalam pelaksanaan pemungutan suara pemilihan Kepala Desa.
“Kita masih ingat bahwa dalam pilkades serentak Musi Rawas beberapa waktu lalu, banyak kontestan cakades yang tidak puas terhadap hasil pemilihan dan sampai hari ini masih memgajukan gugatan di peradilan,”ungkap Eka.
Pada prinsipnya, proses pemilihan kepala desa dengan e-voting jika di kategorikan keuntungan antara lain, 1. Mampu memberikan kemudahan dalam proses pelaksanaannya. Dengan menggunakan sistem e-voting dalam pemilihan kepala desa maka menciptakan keterbukaan informasi terhadap hasil pemilihan kepala desa. Setidaknya potensi kecurangan akan di lokalisir pada tingkat mereka yang punya akses terhadap sistem.
2. E-voting juga mampu menghemat biaya pelaksanaan pemilihan kepala desa. Ini penting berkaca pada pilkades Mura yang baru lalu, terjadi dugaan pungutan liar senilai jutaan sampai dengan puluhan juta rupiah oleh panitia dengan dalih untuk men-support proses pilkades. Hal-hal seperti ini dapat diminimalisir jika e-voting dijadikan pilihan dalam pilkades.
3. Secara teoritis banyak kajian melihat e-voting mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihan.
“Kenapa saya katakan secara teoritis, karena asumsi penggunaan e-voting niscaya mengharuskan adanya pelatihan/sosialisasi terhadap masyarakat desa sebagai pemilih untuk menggunakan e-voting. Demikian pula dengan panitia tingkat desa dan sebagainya. Belum lagi soal akses internet dan sinyal, yang belum 100 persen tercover pada seluruh wilayah,”terang Eka.
Jikapun ada beberapa kekurangan, ini terkait pada issu , 1. Penguatan masyarakat pemilih, panitia dan operator terkait sofware e-voting sehingga mereka familiar terhadap sistem e-voting.
“Jangan sampai sistem sudah di bangun, tapi masyarakat dan panitia sebagai user tak paham,”kata Eka.
2. Memastikan bahwa penggunaan sistem e-voting bisa diterapkan pada semua desa tanpa kecuali, untuk asas keadilan dan kesamarataan. Artinya ada agenda pemerintah daerah untuk membuka akses internet pada seluruh desa di wilayahnya.
“Saya pikir menggunakan e-voting relatif baik dan merupakan pilihan untuk meningkatkan kualitas pilkades dan meminimalisir potensi kecurangan, ketidakpuasan atau ekses hukum akibat pilkades sebagaimana yang sering terjadi pada penggunaan sistem manual,”pungkasnya.(eju)