LUBUKLINGGAU – Adanya klaim dari calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lubuk Linggau nomor urut 2 bahwa mereka telah mengantongi 80 persen suara dari total 169 pemilih mendapat respon dari berbagai kalangan.
Salah satunya dari pengamat politik di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Bagindo Togar.
Menurut Bagindo Togar, angka yang begitu fantastis ini sulit dipercaya, terutama karena survei yang digunakan sebagai dasar klaim tersebut berasal dari lembaga yang tak memiliki identitas jelas.
“Lembaga survei tanpa identitas, atau berlindung dibalik kemasan survei internal yang disebut-sebut kredibel, justru menunjukkan bahwa hasilnya sangat diragukan,” ungkap Togar.
Dia menjelaskan bahwa klaim tersebut tidak disertai dengan informasi penting seperti metodologi survei, rentang waktu, jumlah responden, hingga spesifikasi karakteristik responden.
“Survei ini tidak memenuhi kaidah akademis yang seharusnya menjadi landasan dalam publikasi data survei,” tandasnya.
“Ketiadaan informasi mengenai probabilitas dan margin of error dalam survei menandakan ketidak validannya. Publikasi seperti ini sering muncul akibat kepanikan, terutama ketika elektabilitas lawan politik semakin stabil dan kuat di kalangan berbagai kelompok sosial di Lubuk Linggau,” tambahnya.
Tingkat kesadaran publik di Lubuk Linggau sebagai kota dengan perkembangan pesat di Sumatera Selatan dianggap memiliki tingkat kecerdasan intelektual, emosional, dan sosial tinggi.
Oleh karena itu, klaim yang dibuat tanpa data yang valid hanya akan dianggap sebagai upaya sensasional tanpa substansi oleh sebagian besar masyarakat.
“Kota Lubuk Linggau dikenal sebagai salah satu daerah yang paling maju di Provinsi Sumsel. Publikasi hasil survei yang tidak kredibel seperti ini tidak akan diminati oleh warga yang cerdas dan rasional. Bahkan sebaliknya hanya diterima oleh sebagian kecil masyarakat yang belum memahami substansi,” ujarnya.
Resiko di Pilkada, jika hasil nantinya tidak sesuai dengan klaim yang telah dipublikasikan, pasangan calon nomor urut 2 dan pendukungnya bisa mengalami kekecewaan besar.
Togar memperingatkan bahwa tindakan seperti ini dapat merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap pasangan calon, terutama jika perbedaan antara klaim survei dan hasil nyata terlalu jauh.
“Langkah seperti ini jelas keliru, dan bisa menjadi bumerang bagi pasangan calon tersebut,” tutupnya.(*)