KOTA PUSAKA SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN SENI DAN BUDAYA DAERAH

KOTA PUSAKA SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN
SENI DAN BUDAYA DAERAH
(Sebuah Catatan Kecil Untuk Kotaku Tercinta)
Oleh.
Wong Yoko, Nr.*

Kota Lubuklinggau merupakan anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) dengan 73 kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa Kota Lubuklinggau memiliki potensi peninggalan seni dan budaya, baik dalam bentuk tata letak bangunan, peninggalan bersejarah, seni tradisonal, serta cagar budaya.

Oleh karena itu diperlukan kepedulian dan komitmen kita bersama, khususnya pemerintah kota untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada tanggal 2 s.d 5 November 2022 dilaksanakan Rapat Kerja Nasional Jaringan Kota Pusaka Indonesia ke-IX 2022 (Rakernas JKPI) di Kota Palembang, Sumatera Selatan sebagai tuan rumah, dan Kota Lubuklinggau hadir dalam pertemuan nasional tersebut.

Dengan kehadiran Pemerintah Kota Lubuklinggau bersama unsur Organisasi Perangkat Daerah yang terkait dapat memberikan dampak positif dan terinspirasi untuk pengembangan seni dan budaya yang ada di Kota Lubuklinggau. Dalam pertemuan tersebut juga ditampilkan keragaman seni dan budaya diantaranya seminar internasional tentang kebudayaan, karnaval budaya, pertunjukan seni, permainan tradisional, pameran dan bazar serta masih banyak lagi kegiatan yang bernilai positif dalam upaya menggairahkan para seniman daerah.

Namun seiring dengan kemajuan banyak kawasan bersejarah dan aset budaya berupa bangunan dan kawasan permukiman terancam oleh modernisasi. Pembangunan kota yang kurang dapat mengakomodasi kepentingan budaya, hanya berkonsentrasi pada fokus pembangunan ekonomi, seringkali mengakibatkan kota tidak lagi menyisakan warisan bersejarah, berupa bangunan dan kawasan lama sebagai tanda-tanda/penciri peradaban.

Atas dasar pertimbangan dinamika pembangunan dan dampak pembangunan berupa potensi hilangnya warisan sejarah tersebut, maka sudah selayaknya dilakukan sejumlah upaya perlindungan. Pelestarian memang dilematis, pada satu sisi mencoba mempertahankan, namun di sisi lain justru harus mengakomodasi perubahan.

Pengendalian perubahan merupakan salah satu hal penting dalam proses perlindungan aset bersejarah (Martokusumo/Zulkaidi, 2014). Implementasi kegiatan konservasi, sebagai payung dari kegiatan pelestarian, sebagaimana kerap diberitakan, masih bersifat seremonial belaka, dan belum diformulasikan sebagai kebijakan publik. Sejumlah upaya telah dilakukan, namun memang persoalan implementasi di lapangan tidak mudah dan masih membutuhkan proses pematangan (Logan et al., 2002) kriteria penetapan, penggolongan serta tindakan seperti apa yang mesti dilakukan, sejauhmana intervensi boleh dilakukan, seberapa besar perubahan diizinkan, serta implikasi terhadap setting lingkungan masih menyisakan sejumlah pertanyaan, misalnya adakah dampak terhadap keutuhan struktur kawasan akibat sisipan bangunan baru (infill) selain persoalan visual.

Selain itu ada perbedaan perlakuan (treatment) yang mendasar antara objek konservasi berupa bangunan tunggal dengan objek konservasi berupa kawasan. Perbedaan ini juga menimbulkan sejumlah catatan, yang perlu dituntaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, UU 11/2010 Cagar Budaya secara eksplisit sudah menyatakan keberadaan kawasan cagar budaya, namun operasionalisasi dan implementasi proses perlindungan masih terbuka lebar.
Diharapkan dengan kegiatan Rakernas JKPI ke-IX Tahun 2022 ini, dapat menggugah hati para steakholder di daerah untuk lebih memaksimalkan potensi yang ada di daerahnya, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai seni dan budaya daerah yang kian hari kian terpuruk digerus oleh modernisasi.

Berdasarkan catatan penulis Kota Lubuklinggau memiliki peninggalan seni, tradisi, budaya serta cagar budaya yang tersebar di berbagai wilayah, namun belum diberdayakan secara serius dan maksimal, hanya dilakukan secara seremonial belaka. Ada beberapa seni dan budaya serta tradisi Kota Lubuklinggau yang sudah mendapatkan pengakuan secara nasional, diantaranya Tradisi Upacara Adat Mandi Kasai, Tradisi Sedekah Rame, serta Tari Sambut Silampari Kayangan Tinggi kegiatan seni dan budaya tersebut sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Disamping itu Kawasan Batu Urip merupakan Potensi Cagar Budaya untuk Desa Budaya atau Kampung Budaya. Bendungan Watervang yang merupakan Cagar Budaya, Kawasan Makan Bujang Kurap, Kramat Bisu, Goa Rujuk, Pemakaman Belanda, begitu juga dengan peninggalan-peninggalan seni pertunjukan dan benda-benda pusaka yang masih banyak tersimpan di rumah-rumah warga. Hal ini membuktikan bahwa Kota Lubuklinggau memiliki nilai-nilai seni budaya yang khas perlu dilestarikan, pengkajian secara ilmiah tentang keberadaan seni, tradisi dan situs serta cagar budaya tersebut, untuk itu diperlukan komitmen kita bersama untuk memajukan kebudayaan daerah.

Momen Rakernas JKPI ke-IX Tahun 2022 di Kota Palembang, adalah upaya membangkitkan kesadaran dan komitmen para pemimpin daerah yang tergabung dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia untuk memajukan kebudayaan daerah. Menurut penulis dalam upaya Pelestarian Seni dan Budaya Daerah Kota Lubuklinggau, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Komitmen pemerintah kota dalam upaya pelestarian seni dan budaya daerah,
Proses pembangunan tata kota tidak merusak potensi situs, cagar budaya yang ada di masyarakat,
Mengiventarisir potensi seni, budaya dan tradisi yang ada di daerah,
Pengalokasian anggaran yang memadai untuk kegiatan-kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah,
Kegiatan secara kontiyu dalam upaya pelestarian dan pengenalan kepada masyarakat tentang seni dan budaya daerah.
Itulah beberapa pemikiran yang perlu dan mendesak untuk diimplementasikan dalam upaya pelestarian seni dan budaya daerah. Jika semua sudah dilakukan maka penulis optimis pelestarian seni dan budaya akan tetap terjaga dan lestari serta Kota Lubuklinggau memang layak disebut Kota Pusaka, dengan keragaman seni dan budaya yang berkembang.

Semoga ini bukan sekedar mimpi di siang hari, sesuai dengan program “Ayo Ngelong ke-Linggau 2023”, penulis berharap Kota Lubuklinggau menjadi tuan rumah dalam Rapat Kerja Nasional Jaringan Kota Pusaka Indonesia ke-X 2023 (Rakernas JKPI) Tahun 2023. Salam budaya.

Pamong Budaya Ahli Muda dan Pecinta Seni dan Budaya Daerah Kota Lubuklinggau. (*)

error: fuck you not copy!!!