LUBUKLINGGAU – Ketua MUI Lubuklinggau Ustad Syaiful Hadi merasa prihatin melihat kondisi hasil razia dilakukan petugas gabungan melakukan penertiban lokalisasi Patok Besi Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Lubuklinggau Utara II Kota Lubuklinggau, Minggu dini hari (1/8/2021).
Keprihatinan tersebut lahir karena yang diangkut aparat kepolisian dan BNN ada anak anak, umuran pelajar, dan perempuan.
“Melihat situasi ini, kita sangat memprihatinkan, kok masyarakat (pengunjung lokalisasi) dalam hal ini tidak peduli akan kerusakan yang mereka perbuat,”kata Syaiful Hadi.
MUI dalam hal ini turut mengapresiasi apa yang dilakukan aparat kepolisian dan BNN Lubuklinggau. Menurutnya razia yang dilakukan merupakan hal yang tepat.
“Harapan kita ada penindakan lebih lanjut, karena mereka ini melakukan pelanggaran, menimbulkan kerusakan,baik untuk umat,maupun dirinya sendiri,”tegasnya.
Secara pasti, MUI mengharapkan kegiatan yang mungkar dapat dilakukan tindakan konkret. Hanya saja MUI tidak memiliki domain untuk melakukan tindakan secara domain tersebut.
Menurut Syaiful Hadi, MUI domainnya hanya sebatas memberi inspirasi. Dikarenakan dalam berkehidupan berbangsa ada inspirator, eksekutor dan yudikator.
“Kami hanya sebatas pemberi inspirasi, nah kalau inspirasi kami dari dulu, ya mendukung/mendorong lokalisasi ditutup, kepingin kami itu,”tegasnya.
Syaiful Hadi menuturkan, Lubuklinggau menjadi kota “Halal”, tidak hanya halal dari segi makanan, tapi juga timbangan, dan kehidupan bermasyarakat.
“Yang tidak halal, ya harus diambil tindakan, dan berhak yang melakukan tindakan itu ya penegak hukum,kalau MUI diberikan kewenangan untuk itu,mungkin sudah berbuat lebih dari itu,”jelasnya.
Ia juga berharap pemerintah dapat konsentrasi menangani hal tersebut, dengan cara mengajak seluruh komponen masyarakat.
“Kami dari MUI siap-siap aja kalau diajak bicara, pemerintah bolehlah undang, NU, Muhammadiyah, tokoh masyarakat,tokoh pemuda, dewan pers,”akunya.
Ditanyai perihal, konsep pemikiran sebagian masyarakat, bahwa masih ada bagusnya ada tempat lokalisasi, dari pada mereka “berjualan” di jalan-jalan. Terkait hal ini, Ustad Syaiful dengan tegas mengatakan hal itu kalimat pembenaran terhadap perbuatan yang salah.
Menurutnya, jika perbuatan tersebut tidak diketahui baik itu tempat dan perbuatannya , itu tidak merugikan orang lain, hanya merugikan pembuatnya saja. Sehingga tidak bisa menindak orang yang berbuat di dalam kamar yang tidak diketahui, apakah orang lain, apa suaminya sendiri.
“Tetapi, kalau masyarakat mengetahui tempat lokalisasi dan memang tempat perbuatan “negatif” harus “diselesaikan” jangan dibuat pembenaran.Hanya saja perlu dipikirkan bersama bagaimana dari sisi kehidupan dan ekonomi , untuk meminta mereka meninggalkan perbuatan itu, namun kehidupan sosial mereka kita perhatikan juga,”pungkasnya(01)